Sebuah puisi yang digubah oleh Purwa Atmaja, salah seorang pejuang di Cirebon yang berteman dengan tokoh-tokoh pemuda PAI (Partai Arab Indonesia), dia
Tuhan yang merdu, terimalah dia di sisi-Mu, Dari karyanya yang abadi di bumi.
Di antara bayang-bayang malam yang pekat, Maut tersenyum dengan tenangnya.
Puisi dari rasa nyaman,ini dibuat setelah pangeran bertemu tuan putri dari antah-berantah.
Menjadi ranting yang berbuah lebat, Bukanlah sekadar keberuntungan semata.
Puisi kesembilan dari sembilan rincian judul puisi tentang Masa Depan, khususnya tentang Masa Depan yang Menjemput Pulang. Semoga bermanfaat.
Kukumpulkan kepingan rindu yang berserakan diterbangkan angin
Sebelum melihat yang jauh, tataplah dulu ke dalam diri
Pertandingan telah usai. Palu telah diketok dan pemenang telah ditentukan resmi
Belajar mencari kewarasan sebagai manusia dan di jadikan puisi
lantas mengapa aku menuntut dia sempurna ? tak tahu diri !
Tetaplah bercahaya, meski cahayamu kecil, Tak seberapa besar dan kuat, namun mampu menghangatkan.
Genggamlah karena waktu tak selamaya menunggu. Genggamlah karena dia makhluk fana.
Hatiku tak sekuat dan setegar hatimu, kini mudah rapuh tersapu ombak rasa
Maya berjanji pada dirinya sendiri untuk terus mengikuti impian dan mengejar tujuan hidupnya
Wayang dari bayang-bayang Membuat orang mabuk kepayang Tiap gelaran yang ditayang
Hormat pada ibu dan ayah. Bukan soal mencium tangan dan sembah sujud saja
Sedamai rembulan memeluk bumi, pertiwi malam ini, berdansa dalam keheningan
Beberapa rasa kadang datang dengan cara tak biasa. Ia menjelma di balik ruang yang mustahil dan tak disangka